Ilmu wilayah (regional science) merupakan kajian yang sangat penting bagi seorang
perencana untuk dapat menggunakan pendekatan dan strategi pembangunan wilayah
dengan tepat. Ilmu wilayah adalah
ilmu yang mempelajari wilayah sebagai suatu sistem, khususnya yang menyangkut hubungan
interaksi dan interdependensi antara subsistem utama eco-system dengan subsistem utama social-system, serta kaitannya dengan wilayah lain dalam membentuk
suatu kesatuan wilayah guna pengembangan, termasuk penjagaan kelestarian
wilayah tersebut (Sutami, 1977).
Pengertian
Wilayah
Banyak ahli memberikan batasan mengenai
wilayah, akan tetapi definisi tersebut memiliki beragam perbedaan, tergantung
sudut pandang bidang studi ahli tersebut. Salah satu batasan wilayah
dikemukakan oleh E.G.R. Taylor pada
tahun 1950 sebagai berikut:
‘A region may be defined as a unit area of the
earth’s surface distinguishable from a more area by the exhibition of some
unifying characteristic or property’.
Wilayah
dapat didefinisikan sebagai suatu daerah tertentu di permukaan bumi yang dapat
dibedakan dengan daerah tetangganya atas dasar kenampakan karakteristik atau
properti yang menyatu.
Walaupun ada bermacam batasan pengertian
wilayah, ada beberapa unsur kesamaan yang bila disimpulkan akan menjadi tiga
dasar penggolongan, yaitu: kelompok pertama mendasarkan definisi pada
gejala-gejala kemanusiaan (human phenomena), kelompok kedua mendasarkan pada
gejala-gejala alamiah (natural phenomena) dan kelompok ketiga mendasarkan pada
gejala-gejala geografi (geographical phenomena) dengan mengkaitkan faktor
alamiah dan manusiawi dalam jalinan yang harmonis. Dari pengertian tentang
wilayah tersebut, konsep wilayah dapat dikelompokkan dalam:
- Konsepsi wilayah ditinjau dari segi tipenya,
- Konsepsi wilayah ditinjau dari rank/hierarkinya,
- Konsepsi wilayah ditinjau dari segi kategorinya, (Minshull, 1970).
A.
KONSEPSI WILAYAH BERDASARKAN TIPE
Menyoroti arti dan eksistensi wilayah
berdasarkan tipe, titik tolaknya ada pada ide-ide homogenitas dan
heterogenitas.
a. Ide Homogenitas
Populer dengan istilah formal region/homogeneous region/uniform
region. Dalam hal ini yang penting adalah keseragaman dari properti yang
ada pada wilayah tersebut, baik secara individual maupun gabungan dari beberapa
unsur. Dengan kesukaran dalam delimitasinya maka muncul istilah wilayah inti/core region (Alexander,1963). Wilayah
dari segi homogenitas, yang dipentingkan bukan semata-mata pengenalan sejauh
mana batas-batas terluar wilayah tertentu, melainkan mengenal bagian intinya.
Mengingat karakter utama suatu wilayah tercermin dari bagian intinya. Daerah inti adalah bagian dari suatu
wilayah yang memiliki derajat diferensiasi paling besar diantara wilayah lain,
sedang batas-batas wilayah dalam pandangan ide homogenitas merupakan bagian
dengan derajat diferensiasi terkecil atau nol dari wilayah tetangganya. Daerah
peralihan semata-mata merupakan wilayah tersendiri dengan ciri tersendiri.
b. Ide Heterogenitas
Dalam ide ini tercermin pola
interdependensi dan pola interaksi antara subsistem utama ecosystem dengan subsistem utama social system. Penekanan utamanya menyangkut segi-segi kegiatan
manusia (man’s activities). Dalam ide
ini tercermin pola unity in diversity
dengan keberbagaian gejala dalam batas-batas tertentu tercipta kesatuan
hubungan dan pola ketergantungan. Biasanya sistem yang ada dalam batas wilayah
tersebut terkontrol oleh sebuah titik pusat.
Selain menekankan ide heterogenitas
juga menekankan pandangan pada ide sentralitas. Banyak cara dalam penentuan
batas wilayah (delimitation of region),
baik secara kualitatif maupun kuantitatif, atau generalisasi maupun klasifikasi
atau keduanya. Titik berat pada hubungan fungsional maka disebut wilayah
fungsional (functional region).
Gambar 1. Functional Region
B.
KONSEPSI WILAYAH BERDASARKAN HIERARKI
Pengertian wilayah selalu ditekankan pada sifat
khasnya (unique characteristic).
Untuk meninjau rank/hirarki suatu wilayah dapat bertitik tolak dari berbagai
segi, seperti ditinjau dari segi size (ukuran), form (bentuk), function
(fungsi), faktor lain atau gabungan dari faktor-faktor tersebut. Passarge (Jerman) mengemukakan ide
mengenai rank of region. Secara
diafragmatis oleh Chorley & Hagget (1970) digambarkan sebagai berikut:
Gambar
2. Hirarki Wilayah (regional hierarchy)
A
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
12
|
13
|
14
|
15
|
16
|
B
|
1
2
|
3
4
|
5
6
|
7
8
|
9
10
|
11
12
|
13
14
|
15
16
|
||||||||
C
|
1 2
3 4
|
5 6
7 8
|
9 10
11 12
|
13 14
15 16
|
||||||||||||
D
|
1 2 3 4
5 6 7 8
|
9 10 11 12
13 14 15 16
|
||||||||||||||
E
|
1 2 3 4
5 6 7 8
9 10 11 12 13
14 15 16
|
Keterangan:
A: gegend – rank of the 1st order : satuan wilayah terkecil
B: landschaftsteil - rank of the 2nd order : gabungan beberapa gegend
C: landschaft - rank of the 3rd order : gabungan beberapa landschaftsteil
D: landsteil - rank of the 4th order : gabungan beberapa landschaft
E: land - rank of the 5th order : gabungan beberapa landsteil
C.
KONSEPSI WILAYAH BERDASARKAN KATEGORI
Wilayah berdasarkan katgorinya memiliki
realisasi bermacam-macam. Penggolongan yang umum digunakan adalah:
1. Single Topic Region
(wilayah bertopik tunggal)
Wilayah
yang eksistensinya didasarkan pada satu macam unsur saja. Bila ditinjau dari
tipenya dapat berupa wilayah formal atau wilayah fungsional. Contoh: delimitasi
wilayah atas curah hujan.
2. Combined Topic Region (wilayah
bertopik gabungan)
Wilayah
yang dibentuk sebagai realisasi gabungan beberapa unsur yang masih satu topik.
Contoh: delimitasi regional berdasarkan beberapa topik seperti curah hujan,
temperatur dan tekanan udara, dalam jangka waktu panjang akan menghasilkan
wilayah dengan iklim berkarakteristik berbeda.
3. Multiple Topic Region (wilayah
bertopik banyak)
Wilayah
yang eksistensinya berdasarkan pada beberapa topik berbeda antara satu dengan
yang lain tapi masih berhubungan, tergantung tujuan. Contoh: delimitasi daerah
pertanian, data yang diperlukan iklim, keadaan tanah, geomorfologi dan lainnya
yang dianggap penting.
4. Total Region (wilayah
total)
Delimitasi
mencakup semua unsur dalam suatu wilayah. Regionalisasi bersifat klasik dengan
kesatuan politik sebagai dasar. Keuntungan total
region terletak pada pelaksanaannya, terutama ditinjau dari segi administratic convenience. Akan tetapi
kesulitan yang dihadapi lebih banyak karena luasan masalah yang dicakup.
5. Compage
Pertimbangan
utama dalam delimitasi adalah menonjolnya aktivitas manusia di suatu tempat,
bukan banyak sedikitnya topik. Orientasi titik berat bukan pada physical setting tapi bobot kegiatan
manusia.
Konsepsi wilayah berdasarkan kategori ini tidak
mengharuskan kita untuk menganut salah satu dari konsep tersebut tapi juga
dapat dilakukan kombinasi silang antara berbagai konsep. Hal ini tergantung
pada jenis kegiatan, lingkup usaha, masalah, luas daerah dan tujuan perancangan
program.
|
||||
|
|
||||||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||||||
Pengertian
Pewilayahan
Pewilayahan memegang peranan penting dalam
sebuah perencanaan karena sangat berguna untuk mengetahui variasi karakter
wilayah tertentu. Pewilayahan adalah
usaha untuk membagi-bagi permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu
pula. Pembagiannya dapat mendasarkan pada kriteria tertentu seperti
administratif, politis, ekonomis, sosial, kultural, fisis, geografis dan
lainnya.
Pewilayahan di Indonesia berhubungan erat
dengan pemerataan pembangunan dan mendasarkan pembagian pada sumber daya lokal
sehingga prioritas pembangunan dapat dirancang dan dikelola sebaik-baiknya.
Pewilayahan untuk perencanaan pengembangan wilayah di Indonesia
bertujuan untuk:
1. menyebar-ratakan pembangunan, untuk
menghindarkan pemusatan kegiatan pembangunan di daerah tertentu.
2. menjamin keserasian dan koordinasi antar
berbagai kegiatan pembangunan di tiap daerah.
3. memberikan pengarahan kegiatan pembangunan
untuk pemerintah, swasta maupun masyarakat umum (Hairy Hadi, 1974).
Prinsip-Prinsip
Pewilayahan
Secara garis besar, metode pewilayahan
digolongkan menjadi dua, yaitu:
1. Penyamarataan Wilayah (Regional Generalization)
2. Klasifikasi Wilayah (Regional Classification)
A.
Penyamarataan Wilayah (Regional Generalization)
Penyamarataan
Wilayah (generalisasi
regional) adalah suatu proses atau usaha untuk membagi permukaan bumi atau
bagian dari permukaan bumi tertentu menjadi beberapa bagian dengan cara
mengubah atau menghilangkan faktor-faktor tertentu dalam populasi yang dianggap
kurang penting atau kurang relevan, dengan maksud untuk menonjolkan karakter
tertentu. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam generalisasi regional adalah:
1.
Skala Peta
Studi wilayah yang detail
menghendaki ketelitian dan ketepatan pengukuran-pengukuran yang dilakukan di
lapangan. peta berskala besar dalam hal ini digunakan untuk visualisasi data.
Daerah survei pada taraf ini daerah liputannya tidak terlalu luas. Generalisasi
dengan cakupan luas dengan sendirinya akan menggunakan peta berskala kecil.
Akibat yang timbul dari penggunaan
skala peta yang berbeda adalah:
a. Makin besar skala peta (makin detail feature yang diamati) akan makin kecil
derajat penyamarataan wilayah yang dilakukan.
b. Makin kecil skala peta akan semakin besar
derajat penyamarataan wilayah yang dilakukan (James, 1952).
2.
Tujuan Pewilayahan
Tujuan pewilayahan akan
mempengaruhi derajat generalisasi yang dilakukan. Contoh: pemetaan tata guna
tanah mempunyai derajat generalisasi yang lebih kecil dibanding generalisasi
regional untuk tujuan analisis klimatologis. Hal ini dipengaruhi oleh visual features daerah penelitian. Visual
data akan mengalami derajat generalisasi lebih kecil dibandingkan unvisual data dengan batasan
faktor-faktor lain adalah sama.
Delimitasi
dalam Generalisasi Regional
Masalah yang dihadapi dalam perencanaan
pengembangan wilayah (regional
development planning) adalah pewilayahan, yaitu ‘delimitasi regional’. Delimitasi adalah cara-cara penentuan
batas terluar suatu wilayah untuk tujuan tertentu.
1.
Delimitasi Kualitatif
Tinjauan menyeluruh terhadap sifat-sifat
yang ada dalam suatu wilayah akan menimbulkan image tentang kenampakan yang menyolok dari suatu wilayah. Tiap
daerah memiliki karakteristik khas, masing-masing daerah tersebut secara
konsepsional akan dibatasi oleh garis pemisah (garis batas). Garis pemisah ini
pada hakekatnya bukan merupakan batas tegas antar wilayah tetapi lebih
merupakan suatu wilayah peralihan (zone
of transision) antara dua kenampakan yang berbeda. Deferensiasi kenampakan
paling kabur adalah wilayah peralihan sedangkan deferensiasi dengan kenampakan
paling tegas adalah daerah inti atau core
region (Alexander, 1963).
Delimitasi kualitatif dalam
generalisasi regional banyak dikerjakan dalam interpretasi foto udara maupun ERTS Imagery. Delimitasi kenampakan
didasarkan pada rona, tekstur dan pola dalam foto udara. Delimitasi kualitatif
lebih menguntungkan dan dapat dipercaya daripada delimitasi yang mendasarkan
pada peta garis (line maps).
Delimitasi wilayah kualitatif dalam generalisasi memiliki kelemahan yang
disebabkan oleh cara memisah-misahkan wilayah yang satu dengan yang lain
semata-mata mendasarkan pada pengamatan bersifat kualitaf. Delimitasi ini cocok
untuk pre planning period untuk
mendapatkan gambaran umum suatu wilayah sebagai pedoman penentuan langkah
selanjutnya yang lebih konkrit dan tegas.
2.
Delimitasi Kuantitatif
Menekankan parameter kuantitatif,
data yang digunakan sebagai dasar generalisasi diambil dari berbagai bidang.
Data yang sudah terkumpul dituangkan dalam peta yang akan memberikan gambaran
penyebaran data dalam kaitannya dengan ruang. Contoh: pewilayahan klimatologis
oleh US Weather Beureau, mendasarkan delimitasi pada lokasi stasiun-stasiun
meteorologi yang tersebar diseluruh daerah. Dengan menghubungkan beberapa titik
dan membuat garis berat masing-masing penghubung antar dua stasiun. Maka akan
diperoleh wilayah klimatologi dengan batas garis berat dan stasiun meteorologi
sebagai pusatnya. Wilayah tersebut menjadi bentukan yang disebut sebagai poligon. Cara ini dikemukakan oleh
Thiesen dan dikenal dengan Thiesen
Polygon (Hagget, 1970).
|
Metode lain yang dapat digunakan
adalah Raillys Law yang dikenal dengan istilah Law of Retail Gravitation. Seiring kemajuan teknologi, maka
digunakan pula alat hitung elektronik (komputer) dalam teknik pewilayahan. Keuntungan
penggunaan alat ini adalah kecepatan kinerja dan konsistensi yang tinggi.
Delimitasi dapat dilakukan dengan jalan mendeliniasi batas-batas antara
penyebaran jenis-jenis data yang berlainan.
B.
Klasifikasi Wilayah (Regional Classification)
Secara etimologis, klasifikasi adalah metode untuk mengatur data secara sistematis
menjadi golongan-golongan atau beberapa bagian yang dalam hal ini dapat berupa
grup, kelas, atau keluarga (Webster, 1966).
Klasifikasi
wilayah adalah usaha untuk
mengadakan penggolongan wilayah secara sistematis kedalam bagian-bagian
tertentu berdasarkan properti tertentu. Penggolongan yang dimaksud haruslah
memperhatikan keseragaman sifat dan semua individu. Semua individu dalam
polulasi mendapatkan tempat dalam golongan masing-masing. Tujuan utama
klasifikasi adalah untuk tidak menonjolkan sifat-sifat tertentu dari sejumlah
individu, melainkan mencari diferensisasi antar golongan. Cara klasifikasi
dapat dikerjakan dengan sifat kualitatif maupun kuantitatif. Klasifikasi dapat
bertujuan untuk mengetahui deferensiasi jenis dan deferensiasi tingkat.
1.
Deferensiasi Jenis
Deferensiasi jenis dilakukan untuk
memberikan gambaran mengenai sifat suatu wilayah. Jenis ini biasanya
menggunakan cara kualitatif. Contoh: klasifikasi wilayah berdasarkan penyebaran
tata guna tanah. Makin teliti klasifikasi maka akan makin baik informasinya.
2.
Deferensiasi Tingkat
a.
Metode Interval (Interval Method)
Regionalisasinya berdasarkan data
statistik, sifat utama adalah kuantitatif. Yang perlu diperhatikan dalam metode
ini adalah parameter-parameter klas yang digunakan untuk dasar penggolongan.
Makin banyak klas yang dibentuk dalam diferensiasi atau makin kecil interval
yang digunakan sebagai dasar penggolongan maka makin banyak informasi yang
dapat diperoleh dari data yang bersangkutan (Robinson AH & RD Sale, 1969).
Dari penyebaran data secara keruangan yang tidak teratur, dapat diperoleh
sistematika penyebaran data pada interval tertentu.
b.
Metode Hirarki (Hierarchical Method)
Masing-masing klas mempuyai
hubungan dengan klas-klas dibawahnya atau diatasnya, karena orde yang lebih
tinggi merupakan gabungan dari klas dibawahnya (Chorley & Hagget, 1970).
Secara diafragmatis, pembagian klas dengan metode hirarki dapat dilihat pada
gambar 2.
PUSTAKA
Hadi Sabari
Yunus, 1991, Konsepsi Wilayah dan
Pewilayahan, PT. Hardana Ekacitra Tunggal, Jogjakarta.
6 komentar:
Makasih udah bagi-bagi ilmunya, berguna banget :)
pusat pemerintahan desa biasanya terletak di tengah-tengah desa tersebut. Tidak hanya Kantor Kepala Desa, biasanya di tengah-tengah desa dengan pola konsentris terdapat lumbung padi, pekuburan desa, tempat pemandian umum, pasar, masjid, gardu-gardu dan sekolah. Tidak jarang pula kita temui di bagian tengah desa tersebut sebuah lapangan khusus untuk mengembala ternak. Adapun di sisi luar desa, biasanya berupa persawahan atau perladangan, atau juga bisa kawasan perhutanan. Wilayah dan perwilayahan
Good
Oke��
Thanks banget
Makasi banyak, sangat membantu
Posting Komentar