Sejumlah
berita paska gempabumi yang disertai gelombang tsunami melanda pantai Nangroe
Aceh Darussalam dan Sumatera Utara terjadi pada hari Minggu jam 09.oo tanggal
26 Desember 2004. Berita demi berita digelar ………lewat media elektronika,
majalah dan surat kabar. Berita-berita tersebut telah memberikan kepada kita
berbagai informasi tentang serangkaian realita dari sebuah bencana alam yang
sangat dahsyat, mengenaskan.
Di balik berita tersebut, tulisan ini berusaha mengungkap latar belakang teoritis tentang mengapa dan bagaimana peristiwa gempabumi dan tsunami itu dapat terjadi; adalah suatu penjelasan dari sisi ilmu oseanografi dan geologi-geomorfologi; suatu kajian teori yang diharapkan bermanfaat bagi mahasiswa dan calon-calon guru geografi.
Gempa bumi tektonik adalah sentakan getaran pada kerak bumi
yang terjadi secara tiba-tiba yang disebabkan oleh pergeseran antar blok-blok
batuan. Titik atau tempat terjadinya pergeseran itu, jika terdapat di dalam
bumi (litosfer) disebut hiposentrum dan titik di permukaan bumi yang mula-mula
menerima kiriman getaran dari hiposentrum tersebut disebut episentrum. Dari
titik pusat gempa di permukaan bumi yang disebut episentrum ini, gelombang
getaran itu kemudian menyebar lingkar ke segala arah bagaikan gelombang yang
ditimbulkan oleh jatuhnya sebuah batu di permukaan air kolam yang tenang.
Berbeda dengan peristiwa gunungapi meletus, terjadinya gempa tektonik sukar
untuk dapat diramalkan kapan saatnya akan terjadi lagi, tetapi di mana saja
pernah mengalami gempabumi tektonik, maka di tempat itu akan terjadi lagi
gempabumi tektonik.
Hiposentrum dan episentrum gempabumi tektonik yang terjadi
pada tanggal 26 Desember 2004 di Aceh tersebut terdapat pada pertemuan dua
lempeng bumi yang bertabrakan (bertumbukan dan/atau bergeseran), yaitu lempeng
tektonik Hindia-Australia yang sedang bergeser ke Utara-Timur dengan lempeng
Asia yang (dianggap) bergerak ke arah Selatan-Tenggara.
Gelombang tsunami bukan merupakan bagian dari setiap
gempabumi tektonik. Peristiwa terbentuknya tsunami adalah salah satu efek dari
kodrat air yang senantiasa mempertahankan keseimbangannya. Tsunami merupakan
efek massa air laut yang bereaksi ketika terjadi suatu gerak patahan depresi
tektonik atau pembentukan graben-horst secara tiba-tiba pada kerak bumi di permukaan
dasar laut atau pun gerak runtuhan massa batuan (massmovement/ masswasting).
Selain itu tsunami juga dapat terjadi karena letusan gunungapi di dasar laut.
Dari titik pusat salah satu jenis peristiwa tersebut gelombang tsunami kemudian
meyebar lingkar ke segala arah bagaikan gelombang yang ditimbulkan oleh
jatuhnya sebuah batu di permukaan air kolam yang tenang.
Untuk memahami secara utuh peristiwa gempabumi dan gelombang
tsunami sumber bencana alam NAD dan Sumatera Utara, berikut ini secara
berturut-turut diuraikan tentang gelombang laut, gelombang tsunami dan teori
tektonika lempengan. Hal ini dikemukakan agak panjang dan lebih khusus di sini
karena sebagai bagian dari materi kuliah Oseanografi, Geologi dan Geomorfologi
Indonesia.
II.
GELOMBANG LAUT
Gelombang di permukaan laut disebabkan oleh angin. Menurut
Helmholtz, “Jika dua massa benda yang berlainan kepadatannya bergeseran, maka
pada bidang pergeseran itu terjadi gelombang”. Contoh gejala bentuk permukaan
bergelombang akibat pergeseran itu terjadi pada pergeseran air dengan pasir
(misalnya di dasar laut dangkal pada zona lithoral), angin dengan pasir
(misalnya di daerah gurun dikenal dengan nama sand-dunes atau gumuk-gumuk
pasir), dan angin dengan air.
Setiap gelombang mempunyai tiga bagian yang penting, yaitu
tinggi gelombang, panjang gelombang dan periode gelombang. Tinggi gelombang
adalah jarak vertikal antara titik terendah lembah gelombang (trough) dengan
titik tertinggi puncak/punggung gelombang (cresh). Panjang gelombang adalah
jarak mendatar antara dua puncak gelombang yang berurutan, sedangkan periode
gelombang adalah waktu yang diperlukan oleh dua puncak gelombang yang berurutan
untuk melalui suatu titik yang sama (Gambar 1).
Kenampakan gelombang yang seakan berkejaran adalah gejala
optik (tipuan pandangan), layaknya seperti nyala lampu-lampu reklame yang
tampak seakan bergerak keliling seputar papan reklame, di mana sesungguhnya
lampu-
lampu
itu tetap di tempat. Kenampakan gelombang laut sesungguhnya mirip dengan
gelombang padi sawah yang tampak berkejaran tetapi batang-batang padi tetap di
tempatnya. Gelombang laut berjalan tidak seperti arus laut di mana massa air
itu berpindah tempat. Adapun perpindahan massa air karena gelombang terjadi
dalam bilangan beberapa milimeter atau sentimeter per detik searah dengan arah
angin yang membangun gelombang. Sepotong kayu terapung di muka laut tidak
bergerak secepat gerakan gelombang seperti yang terlihat, tidak sama dengan
kecepatan gerak sepotong kayu yang terbawa arus. Perpindahan gelombang seperti
yang terlihat itu adalah perpindahan bentuk gelombang dan energi yang
dipindahkan secara horizontal (Gambar 2 dan 3).
Umumnya, ukuran besar-kecilnya gelombang ditentukan
berdasarkan tinggi gelombang. Tinggi gelombang bisa hanya beberapa milimeter
saja, tetapi juga bisa sampai puluhan meter. Gelombang permukaan laut terbesar
di dunia yang pernah diukur ialah 34 meter tingginya; terdapat di Samudera
Pasifik yang diukur oleh kapal Angkatan Laut Amerika “Ramapo”, 3 Februari 1933.
(Nonci, 1987: 86). Gelombang yang mencapai tinggi 30 m biasanya mempunyai
panjang dari puncak ke puncak 600 m. Hal itu hanya terjadi pada samudera di
daerah lintang tinggi saat-saat angin taufan besar, pada zona angin siklon. Di
zona duldrums (daerah tenang khatulistiwa) seperti misalnya Indonesia, hal itu
tidak mungkin terjadi. Di Laut Banda, misalnya, rata-rata gelombang tertinggi,
yaitu 2 m, terjadi pada bulan Juli di pertengahan muson tenggara.
Ada empat faktor yang menentukan besarnya gelombang di
lautan terbuka yang disebabkan oleh angin; yakni kuatnya hembusan, lamanya
hembusan dan jarak tempuh angin (fetch) menurut luas-tidaknya kawasan laut yang
dilaluinya, serta kecepatan dan arah arus dari laut itu sendiri terhadap arah
angin.
Semua gelombang bertingkah laku serupa. Sekali terbentuk,
gelombang bergerak keluar dan menjauhi pusat asal gelombang. Gerak gelombang
tetap masih berjalan, meskipun angin berhenti. Gejala gelombang di waktu angin
teduh disebut “deining” atau “alun”. Gelombang yang disebut alun ini bergerak
tenang di kawasan laut dalam, puncak-puncak alun tidak memecah, tetapi ketika
memasuki dasar laut dangkal di mana kedalaman kurang dari seperdua panjang
gelombang, maka alun pun menjadi sangat terjal lalu memecah.
III.
GELOMBANG TSUNAMI
Tsunami adalah istilah yang berasal dari bahasa Jepang yang
berarti “gelombang pelabuhan”. Menurut Drs. A. Hamid Latunreng dalam sebuah
ceramah kuliahnya menyatakan bahwa Tsu Nami adalah nama seorang ahli geologi
Jepang yang mula-mula mengemukakan teori kejadian gelombang besar ini. Di peta
Jepang ada sebuah teluk yang bernama Teluk Tsunami. Adakah hubungan nama teluk
ini dengan peristiwa tsunami yang bila memasuki perairan teluk gelombangnya
menjadi lebih besar? Sejauh ini penulis belum pernah menemukan sumber yang
akurat mengapa gelombang besar yang sering menyusul suatu gempa ini bernama
tsunami. Namun, Jepang memang merupakan salah satu negara kepulauan yang
mencatat gempa terbanyak di dunia sesudah Indonesia.
Gelombang tsunami adalah gelombang yang amat besar yang
terjadi (biasanya) segera setelah terjadi gempabumi; khususnya bila
episentrumnya terdapat di dasar laut. Namun tidak semua peristiwa gempa yang
episentrum-nya di dasar laut disertai dengan terjadinya gelombang tsunami.
Berikut dimuat kutipan dari tulisan Dr. Anugerah Nontji (1987: Laut Nusantara,
hlm. 99 – 104):
Gelombang tsunami merambat (secara radial, dari suatu titik)
ke segala arah, dengan kecepatan yang tergantung pada kedalaman laut. Makin
dalam laut makin tinggi kecepatan rambatnya. Pada kedalaman 5.000 m (kedalaman
rata-rata di Samudera Pasifik) kecepatan rambat tsunami sangat dahsyat mencapai
230 m/detik (= 828 km/jam), pada kedalaman 4.000 m kecepatannya 200 m/detik dan
pada kedalaman 40 m kecepatannya 20 m/detik.
Periode tsunami, yakni jangka waktu yang diperlukan untuk tibanya dua puncak gelombang yang berurutan, bisa sangat lama. Jika sumbernya sangat jauh, periodenya bisa mencapai satu jam. Bandingkan dengan periode gelombang karena angin yang periodenya hanya 10 – 20 m/detik.
Panjang gelombangnya, yakni jarak dari satu puncak ke puncak lainnya, sangat luar biasa panjangnya, bisa mencapai lebih 200 km.
Periode tsunami, yakni jangka waktu yang diperlukan untuk tibanya dua puncak gelombang yang berurutan, bisa sangat lama. Jika sumbernya sangat jauh, periodenya bisa mencapai satu jam. Bandingkan dengan periode gelombang karena angin yang periodenya hanya 10 – 20 m/detik.
Panjang gelombangnya, yakni jarak dari satu puncak ke puncak lainnya, sangat luar biasa panjangnya, bisa mencapai lebih 200 km.
Tinggi gelombangnya di tengah samudera biasanya kecil saja,
kadang-kadang hanya seperempat hingga setengah meter, hingga sering tak dapat
dirasakan oleh kapal yang sedang berlayar. Tetapi gelombang ini bila mendekati
pantai yang semakin dangkal akan mendapat tekanan yang semakin besar dari dasar
laut dan sebagai kompensasi energinya yang besar dilampiaskan ke arah permukaan
dan menimbulkan gelombang di pantai, bisa mencapai tinggi puluhan meter.
Konfigurasi dasar laut sangat menentukan besarnya bencanayang dapat di
timbulkan. Teluk yang berbentuk V memberikan efek corongyang dapat menyebabkan
gelombang tsunami sangat besar.
Penduduk di pantai dapat mengamati pertanda akan datangnya
tsunamidengan mula-mula melihat laut menjadi (tiba-tiba) cepat surut yang
sangat jauh dari surut normal. Laut menjadi kering, tidak seperti biasanya dan
ikan banyak yang menggelepar-gelepar di pantai. Keajaiban ini sering mengundang
orang untuk turun ke laut, terdorong rasa ingin tahu. Justru ini adalah saat
yang sangat berbahaya. Keringnya laut sebenarnya menunjukkan laut menunjjukkan
bahwa lembah gelombang tsunami telah tiba. Dan sebentar lagi disusul datangnya
puncak gelombang raksasa yang dengan segera menghancurkan segala sesuatu di
pantai. Pada saat demikian, orang sudah sukar untuk menghindar. Biasanya
gelombang ketiga adalah gelombang yang paling dahsyat.
Gelombang tsunami dapat menimbulkan bencana di tempat yang
sangat jauh dari lokasi tempat kelahirannya. Tsunami yang bermula di pantai
Chili, Mei 1960 misalnya, menghancurkan pantai Hilo (Hawaii) setelah menempuh
jarak 12.000 km dalam waktu kurang dari 15 jam, dengan kecepatan rata-rata 804
km/jam.
[Gempa Aceh yang episentrumnya di sebelah barat Aceh dan Kep. Andaman – Nikobar 26 Desember 2004, juga menimbulkan gelombang tsunami yang melanda sampai ke pantai timur Afrika].
[Gempa Aceh yang episentrumnya di sebelah barat Aceh dan Kep. Andaman – Nikobar 26 Desember 2004, juga menimbulkan gelombang tsunami yang melanda sampai ke pantai timur Afrika].
Karena Indonesia berada pada jalur gempa dan jalur volkanik
yang aktif, maka catatan-catatan sejarah telah menunjukkan bahwa peristiwa
tsunami sering menimbulkan bencana di pantai-pantai kita. Sejak letusan
Krakatau 1883 hingga sekarang [1987] telah tercatat lebih dari 30 peristiwa
tsunami di Indonesia. Dari rata-rata 460 gempa setahun yang tercatat di
Indonesia, kurang lebih 70% merupakan gempa tektonik yang bersumber di bawah
dasar laut yang potensial bisa menimbulkan tsunami. Daerah potensial bencana
tsunami di Indonesia ditunjukkan dalam Gambar 6.
Korban jiwa yang terbesar karena tsunami di Indonesia adalah
yang ditimbulkan oleh letusan Gunung Krakatau di Selat Sunda 27 Agustus 1883,
yang merenggut lebih 36.000 jiwa. [Gempa dan tsunami Aceh 2004: hampir 100.000
jiwa]. Letusan ini merupakan letusan gunungapi yang terbesar yang pernah
tercatat dalam sejarah; bunyinya terdengar sampai ke Pulau Rodriguez 1.600 km
sebelah timur Madagaskar, atau 4.563 km dari Krakatau. Duapertiga bagian pulau
seluas 5 x 8 km2 yang diterbangkan pada puncak letusan. Tsunami yang
ditimbulkan luar biasa hebatnya. … Di kota Teluk Betung [sekarang kota: Bandar
Lampung} tsunami menerjang dengan gelombang setinggi 20 m dan di Merak sampai
setinggi hampir 40 m.
1 komentar:
Semoga Indonesia tidak tertimpa bencana tsunami kembali
Posting Komentar